FILSAFAT CHINA
Tanggapan terhadap
ajaran Pdt. Stephen Tong
tentang hubungan
ajaran Seorang filosof Cina dan Kitab Suci / Alkitab
Amsal 1:7 – “Takut akan TUHAN adalah permulaan pengetahuan, tetapi orang bodoh menghina hikmat dan didikan”.
Dalam VCD berjudul ‘falsafah Asia’, ada beberapa hal yang diajarkan oleh Pdt. Stephen Tong tentang ajaran seorang filosof Cina dalam hubungannya dengan Kitab Suci / Alkitab, yaitu:
1) Dalam ajaran filosof Cina itu yang ada hanyalah ajaran horizontal (berhubungan dengan sesama manusia), tetapi sama sekali tidak ada ajaran vertikal (berhubungan dengan Allah). Jadi, kalau dibandingkan dengan 10 hukum Tuhan, maka hukum 5-10 ada dalam ajaran filosof Cina itu, tetapi hukum 1-4 tidak ada.
2) Ajaran filosof Cina itu bukanlah wahyu umum, tetapi respons manusia terhadap wahyu umum. Karena itu ajaran filosof Cina itu bisa bertentangan dengan ajaran Kitab Suci.
3) Setelah menunjukkan suatu ajaran filosof Cina itu yang kelihatannya ia anggap sangat bagus, Pdt. Stephen Tong lalu mengatakan bahwa orang-orang Kristen dan hamba-hamba Tuhan harus memperhatikan ajaran filosof Cina itu, karena ini bisa membentuk mereka menjadi orang-orang Kristen yang lebih bertanggung jawab.
I) Ajaran filosof Cina itu hanya mengandung ajaran horizontal, tidak ada yang vertikal.
Yang aneh dalam pemikiran saya, adalah: dengan pengertian seperti itu tentang ajaran filosof Cina itu, apa sebabnya dan bagaimana mungkin Pdt. Stephen Tong tetap meninggi-ninggikan ajaran filosof Cina itu? Saya kira semua agama mempunyai ajaran yang mirip / sama dengan hukum 5-10, dan bahkan banyak yang juga mempunyai hukum 1-2 (sekalipun tentu saja dinyatakan dengan kata-kata yang berbeda). Jadi, lalu apa istimewanya ajaran filosof Cina itu dalam hal ini sehingga diagung-agungkan oleh Pdt. Stephen Tong? Apakah Pdt. Stephen Tong juga mempunyai pandangan yang sama tentang agama-agama lain
Sekarang, mari kita membandingkan ajaran Pdt. Stephen Tong dalam hal ini dengan ajaran Calvin dan Kitab Suci.
1) Kalau kita membandingkan hal ini dengan ajaran Calvin, maka jelas bahwa Calvin menekankan keharusan adanya pengetahuan tentang Allah maupun tentang diri sendiri / sesama manusia. Calvin juga menekankan bahwa pengetahuan tentang Allah itu lebih penting, dan bahkan menjadi dasar, dari pengetahuan tentang diri sendiri / sesama manusia
a) Hikmat yang benar dan sehat terdiri dari 2 bagian, pengenalan tentang Allah dan diri sendiri.
John Calvin: “Nearly all the wisdom we possess, that is to say, true and sound wisdom, consists of two parts: the knowledge of God and of ourselves. But, while joined by many bonds, which one precedes and brings forth the other is not easy to discern” (= Hampir semua hikmat yang kita miliki, yaitu hikmat yang benar dan sehat, terdiri dari 2 bagian: pengetahuan / pengenalan tentang Allah dan tentang diri kita sendiri. Tetapi, sekalipun dipersatukan oleh banyak ikatan, yang mana yang mendahului dan yang melahirkan yang lain tidak mudah untuk dilihat) – ‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter 1, no 1.
b) Sekalipun pengenalan tentang Allah dan tentang diri sendiri saling berhubungan, tetapi urut-urutan yang benar dalam ajaran yang benar adalah mempelajari pengetahuan / pengenalan tentang Allah lebih dulu.
John Calvin: “however the knowledge of God and of ourselves may be mutually connected, the order of right teaching requires that we discuss the former first, then proceed afterward to treat the latter” (= bagaimanapun pengetahuan / pengenalan tentang Allah dan tentang diri kita sendiri bisa berhubungan secara timbal balik, urut-urutan ajaran yang benar menuntut bahwa kita membicarakan yang pertama lebih dulu, dan lalu setelah itu melanjutkan untuk menangani yang terakhir) – ‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter 1, no 3.
c) Manusia tak pernah bisa mengenal diri sendiri tanpa lebih dulu mengenal Allah. Dan tanpa memandang kepada Allah dan menjadikannya sebagai standard, maka manusia akan merasa dirinya sendiri benar, lurus, bijaksana dan kudus.
John Calvin: “it is certain that man never achieves a clear knowledge of himself unless he has first looked upon God’s face, and then descends from contemplating him to scrutinize himself. For we always seem to ourselves righteous and upright and wise and holy – this pride is innate in all of us – unless by clear proofs we stand convinced of our own unrighteousness, foulness, folly, and impurity. Moreover, we are not thus convinced if we look merely to ourselves and not also to the Lord, who is the sole standard by which this judgment must be measured” (= adalah pasti bahwa manusia tidak pernah mencapai pengetahuan / pengenalan yang jelas tentang dirinya sendiri kecuali ia lebih dulu telah melihat pada wajah Allah, dan lalu turun dari perenungan tentangNya untuk memeriksa dirinya sendiri dengan teliti. Karena kita selalu kelihatan bagi diri kita sendiri benar dan lurus dan bijaksana dan kudus – kesombongan ini merupakan suatu pembawaan sejak lahir dalam semua dari kita – kecuali oleh bukti-bukti yang jelas kita diyakinkan tentang ketidak-benaran, kekotoran / keburukan / kebusukan, kebodohan, dan ketidak-murnian kita sendiri. Selanjutnya, kita tidak akan diyakinkan seperti itu jika kita memandang semata-mata pada diri kita sendiri dan tidak juga kepada Tuhan, yang adalah satu-satunya standard dengan mana penghakiman / penilaian ini harus diukur) – ‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter 1, no 2.
John Calvin: “we must infer that man is never sufficiently touched and affected by the awareness of his lowly state until he has compared himself with God’s majesty” (= kita harus menyimpulkan bahwa manusia tidak pernah disentuh secara cukup dan dipengaruhi oleh kesadaran tentang keadaannya yang rendah sampai ia telah membandingkan dirinya sendiri dengan keagungan Allah) – ‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter 1, no 3.
Bdk. Amsal 1:7 – “Takut akan TUHAN adalah permulaan pengetahuan, tetapi orang bodoh menghina hikmat dan didikan”.
Adam Clarke (tentang Amsal 1:7): “This fear or religious reverence is said to be the beginning of knowledge; ree’shiyt, the principle, the first moving influence, begotten in a tender conscience by the Spirit of God. No man can ever become truly wise, who does not begin with God, the fountain of knowledge; and he whose mind is influenced by the fear and love of God will learn more in a month than others will in a year” (= Rasa takut atau rasa takut / hormat religius ini dikatakan merupakan permulaan pengetahuan; REE’SHIYT, dasar, pengaruh penggerak pertama, dilahirkan dalam hati nurani yang lembut oleh Roh Allah. Tidak ada manusia bisa pernah menjadi betul-betul bijaksana, yang tidak mulai dengan Allah, sumber dari pengetahuan; dan ia yang pikirannya dipengaruhi oleh rasa takut dan kasih akan Allah akan belajar lebih banyak dalam satu bulan dari pada orang-orang lain dalam satu tahun).
Matthew Henry (tentang Amsal 1:7): “this is so the beginning of knowledge that those know nothing who do not know this” (= ini merupakan permulaan pengetahuan sedemikian rupa sehingga mereka yang tidak mengetahui hal ini tidak mengetahui apa-apa).
Kalau, seperti yang dikatakan oleh Pdt. Stephen Tong, bahwa ajaran filosof Cina itu sama sekali tidak mengandung unsur vertikal, maka berdasarkan Amsal 1:7 ini tidak mungkin ia bisa dianggap sebagai mempunyai pengetahuan, berhikmat, dan sebagainya!
d) Manusia dilahirkan dan hidup dengan tujuan untuk mengenal Allah, dan kalau manusia tidak mengarah pada tujuan ini, maka manusia itu sudah memburuk dari hukum penciptaan mereka.
John Calvin: “Besides, if all men are born and live to the end that they may know God, … it is clear that all those who do not direct every thought and action in their lives to this goal degenerate from the law of their creation” (= Disamping itu, jika semua orang dilahirkan dan hidup untuk tujuan supaya mereka bisa mengenal Allah, … adalah jelas bahwa semua mereka yang tidak mengarahkan setiap pikiran dan tindakan dalam kehidupan mereka pada tujuan ini memburuk dari hukum penciptaan mereka) – ‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter 3, no 3.
Catatan: tidak usah diragukan bahwa Tuhan menciptakan manusia dengan rancangan (design) untuk bersekutu dengan Dia, dan tidak mungkin manusia bisa bersekutu dengan Dia, kalau manusia itu tidak mengenal Dia.
e) Tanpa penyembahan terhadap Allah, manusia bahkan lebih rendah dari binatang.
John Calvin: “if once religion is absent from their life, men are in no wise superior to brute beasts, but are in many respects far more miserable. … Therefore, it is worship of God alone that renders men higher than the brutes, and through it alone they aspire to immortality” (= jika suatu kali agama absen dari kehidupan mereka, manusia sama sekali tidak lebih tinggi / mulia dari binatang, tetapi dalam banyak hal jauh lebih menyedihkan. … Karena itu, penyembahan / ibadah kepada Allah saja yang membuat manusia lebih tinggi dari binatang, dan melalui hal itu saja mereka menginginkan kekekalan) – ‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter 3, no 3.
Catatan:
· yang dimaksud dengan kata ‘agama’ di sini jelas adalah hal-hal yang berurusan dengan Allah, bukan dengan sesama manusia.
· bahwa manusia yang tidak menyembah Allah bahkan lebih rendah dari binatang, bisa terlihat dari banyak sifat buruk manusia yang bahkan tidak pernah ada dalam diri binatang. Misalnya: binatang tidak ada yang tamak, rakus, dan sebagainya, seperti manusia.
f) Manusia yang tidak mengenal dan menyembah Allah yang benar saja dikecam oleh Paulus, apalagi yang sama sekali tidak memikirkan / mengajarkan tentang Allah.
John Calvin: “The apostle accordingly characterizes that vague and erroneous opinion of the divine as ignorance of God. ‘When you did not know God,’ he says, ‘you were in bondage to beings that by nature were no gods’ (Galatians 4: 8 p.). And elsewhere he teaches that the Ephesians were ‘without God’ at the time they were straying away from the right knowledge of the one God (Ephesians 2:12). Nor is it of much concern, at least in this circumstance, whether you conceive of one God or several; for you continually depart from the true God and forsake him, and, having left him, you have nothing left except an accursed idol” [= Sesuai dengan itu sang rasul menggolongkan pandangan yang samar-samar dan salah tentang Allah sebagai ketidak-tahuan tentang Allah. ‘Ketika kamu tidak mengenal Allah’, katanya, ‘kamu memperhambakan diri kepada allah-allah yang pada hakekatnya bukan Allah’ (Gal 4:8). Dan di tempat lain ia mengajar bahwa orang-orang Efesus ‘tanpa Allah’ pada saat mereka tersesat dari pengetahuan / pengenalan yang benar tentang satu Allah (Ef 2:12). Juga bukanlah sesuatu yang terlalu penting, setidaknya dalam keadaan ini, apakah kamu memahami satu Allah atau beberapa allah / dewa; karena kamu secara terus menerus menyimpang dari Allah yang benar dan meninggalkan Dia, dan setelah meninggalkan Dia, kamu tidak mempunyai apapun yang tersisa kecuali suatu berhala yang terkutuk] – ‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter 4, no 3.
Gal 4:8 – “Dahulu, ketika kamu tidak mengenal Allah, kamu memperhambakan diri kepada allah-allah yang pada hakekatnya bukan Allah”.
Ef 2:11-12 – “(11) Karena itu ingatlah, bahwa dahulu kamu – sebagai orang-orang bukan Yahudi menurut daging, yang disebut orang-orang tak bersunat oleh mereka yang menamakan dirinya ‘sunat’, yaitu sunat lahiriah yang dikerjakan oleh tangan manusia, – (12) bahwa waktu itu kamu tanpa Kristus, tidak termasuk kewargaan Israel dan tidak mendapat bagian dalam ketentuan-ketentuan yang dijanjikan, tanpa pengharapan dan tanpa Allah di dalam dunia”.
Juga perhatikan tafsiran Calvin tentang Maz 14:1 – “Orang bebal berkata dalam hatinya: ‘Tidak ada Allah.’ Busuk dan jijik perbuatan mereka, tidak ada yang berbuat baik”.
Calvin (tentang Maz 14:1): “It is therefore important for us, in the first place, to know, that however much the world applaud these crafty and scoffing characters, who allow themselves to indulge to any extent in wickedness, yet the Holy Spirit condemns them as being fools; for there is no stupidity more brutish than forgetfulness of God” (= Karena itu adalah penting bagi kita, di tempat yang pertama, untuk mengetahui, bahwa bagaimanapun hebatnya dunia menghargai orang-orang yang licik / licin dan suka mencemooh, yang mengijinkan diri mereka sendiri untuk memuaskan diri sampai tingkat manapun dalam kejahatan, tetapi Roh Kudus mengecam mereka sebagai orang-orang tolol / bebal; karena tidak ada ketololan yang lebih bersifat binatang dari pada pelupaan terhadap Allah).
Bdk. Maz 10:4 – “Kata orang fasik itu dengan batang hidungnya ke atas: ‘Allah tidak akan menuntut! Tidak ada Allah!’, itulah seluruh pikirannya”.
NIV: ‘In his pride the wicked does not seek him; in all his thoughts there is no room for God’ (= Dalam kesombongannya orang fasik tidak mencariNya; dalam seluruh pikirannya tidak ada tempat untuk Allah).
Bandingkan ayat ini dengan filosof Cina itu, yang menurut Pdt. Stephen Tong, ajarannya sama sekali tidak berurusan dengan Allah (tak ada ajaran vertikal).
g) Calvin menganggap bahwa tanpa hukum 1-4, hukum 5-10 menjadi kosong dan tak ada harganya.
John Calvin: “God has so divided his law into two parts, which contain the whole of righteousness, as to assign the first part to those duties of religion which particularly concern the worship of his majesty; the second, to the duties of love that have to do with men. Surely the first foundation of righteousness is the worship of God. When this is overthrown, all the remaining parts of righteousness, like the pieces of a shattered and fallen building, are mangled and scattered. What kind of righteousness will you call it not to harass men with theft and plundering, if through impious sacrilege you at the same time deprive God’s majesty of its glory? Or that you do not defile your body with fornication, if with your blasphemies you profane God’s most holy name? Or that you do not slay a man, if you strive to kill and to quench the remembrance of God? It is vain to cry up righteousness without religion. This is as unreasonable as to display a mutilated, decapitated body as something beautiful. Not only is religion the chief part but the very soul, whereby the whole breathes and thrives. And apart from the fear of God men do not preserve equity and love among themselves. Therefore we call the worship of God the beginning and foundation of righteousness. When it is removed, whatever equity, continence, or temperance men practice among themselves is in God’s sight empty and worthless” (= Allah telah membagi hukum TauratNya menjadi 2 bagian, yang mencakup seluruh kebenaran, dan memberikan bagian yang pertama pada kewajiban-kewajiban agama yang secara khusus berkenaan dengan penyembahan dari keagunganNya; yang kedua, pada kewajiban-kewajiban kasih yang berurusan dengan manusia. Jelas bahwa fondasi pertama dari kebenaran adalah penyembahan / ibadah kepada Allah. Pada waktu ini dirobohkan, semua bagian-bagian kebenaran yang tersisa, seperti potongan-potongan dari suatu bangunan yang hancur dan roboh, terkoyak-koyak dan berhamburan. Engkau akan menyebutnya sebagai kebenaran jenis apa untuk tidak mengganggu manusia dengan pencurian dan penjarahan, jika melalui pelanggaran yang jahat terhadap hal-hal keramat, pada saat yang sama engkau mencabut / menghilangkan keagungan Allah dari kemuliaanNya? Atau jika engkau tidak mencemarkan tubuhmu dengan percabulan, tetapi dengan penghujatanmu engkau menajiskan nama Allah yang paling kudus? Atau jika engkau tidak membunuh manusia, tetapi engkau berjuang untuk membunuh dan memadamkan ingatan tentang Allah? Adalah sia-sia untuk meneriakkan kebenaran tanpa agama. Ini sama tidak masuk akalnya dengan memamerkan suatu tubuh yang dimutilasi dan dipenggal lehernya sebagai sesuatu yang indah. Bukan hanya bahwa agama merupakan bagian yang terutama, tetapi juga merupakan jiwa, dari mana seluruhnya bernafas dan berkembang. Dan terpisah dari rasa takut akan Allah, manusia tidak memelihara keadilan dan kasih di antara mereka sendiri. Pada waktu hal ini disingkirkan, keadilan, pembatasan diri / tarak, atau penguasaan diri / nafsu makan apapun yang dipraktekkan manusia di antara mereka sendiri, adalah kosong dan tak berharga dalam pandangan Allah) – ‘Institutes of the Christian Religion’, Book II, Chapter 8, no 11.
Juga bandingkan dengan Mat 22:37-40 – “(37) Jawab Yesus kepadanya: ‘Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. (38) Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. (39) Dan hukum yang kedua, yang sama dengan (seharusnya ‘seperti’) itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. (40) Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi.’”.
Calvin (tentang Mat 22:39): “He assigns the second place to mutual kindness among men, for the worship of God is first in order. The commandment to love our neighbors, he tells us, is like the first, because it depends upon it. For, since every man is devoted to himself, there will never be true charity towards neighbors, unless where the love of God reigns; for it is a mercenary love which the children of the world entertain for each other, because every one of them has regard to his own advantage. On the other hand, it is impossible for the love of God to reign without producing brotherly kindness among men” (= Ia memberikan tempat kedua pada kebaikan timbal balik di antara manusia, karena ibadah / penyembahan terhadap Allah adalah yang pertama dalam urut-urutan. Ia memberitahu kita, bahwa perintah untuk mengasihi sesama manusia kita, adalah seperti yang pertama, karena itu tergantung padanya. Karena setiap manusia sayang kepada dirinya sendiri, maka tidak akan ada kasih yang sungguh-sungguh terhadap sesama manusia, kecuali kasih terhadap Allah bertakhta; karena itu adalah kasih yang berjiwa dagang yang dipunyai anak-anak dunia satu terhadap yang lain, karena setiap orang dari mereka mempunyai perhatian pada keuntungannya sendiri. Pada sisi yang lain, adalah mustahil bagi kasih terhadap Allah untuk bertakhta tanpa menghasilkan kebaikan persaudaraan di antara manusia).
2) Sekalipun hukum 5-10 ada dalam ajaran filosof Cina itu, tetapi tujuan pemberian hukum-hukum itu sangat berbeda dengan dalam Kitab Suci.
Kalaupun yang dikatakan Pdt. Stephen Tong benar bahwa hukum 5-10 ada dalam ajaran filosof Cina itu, tetap saja menurut saya, tujuan Tuhan mengajarkan hukum 5-10 dalam Kitab Suci / Alkitab, sangat berbeda dengan tujuan filosof Cina itu mengajarkan ajarannya. Apa bedanya? Seluruh Kitab Suci harus ditafsirkan secara Kristocentris / berpusatkan Kristus. Hukum Taurat tujuannya adalah supaya orang sadar dosa, dan lalu datang kepada Kristus (Ro 3:20 Gal 3:21-25 Ro 10:4).
Ro 3:20 – “Sebab tidak seorangpun yang dapat dibenarkan di hadapan Allah oleh karena melakukan hukum Taurat, karena justru oleh hukum Taurat orang mengenal dosa”.
Gal 3:21-25 – “(21) Kalau demikian, bertentangankah hukum Taurat dengan janji-janji Allah? Sekali-kali tidak. Sebab andaikata hukum Taurat diberikan sebagai sesuatu yang dapat menghidupkan, maka memang kebenaran berasal dari hukum Taurat. (22) Tetapi Kitab Suci telah mengurung segala sesuatu di bawah kekuasaan dosa, supaya oleh karena iman dalam Yesus Kristus janji itu diberikan kepada mereka yang percaya. (23) Sebelum iman itu datang kita berada di bawah pengawalan hukum Taurat, dan dikurung sampai iman itu telah dinyatakan. (24) Jadi hukum Taurat adalah penuntun bagi kita sampai Kristus datang, supaya kita dibenarkan karena iman. (25) Sekarang iman itu telah datang, karena itu kita tidak berada lagi di bawah pengawasan penuntun”.
Ro 10:4 – “Sebab Kristus adalah kegenapan hukum Taurat, sehingga kebenaran diperoleh tiap-tiap orang yang percaya”.
KJV/RSV/NIV/NASB: ‘the end of the law’ (= tujuan hukum Taurat).
Sekarang apa tujuan filosof Cina itu mengajarkan ajarannya, yang mirip / sama dengan hukum 5-10? Apakah sekedar supaya menjadi orang-orang yang ‘baik’, atau supaya masuk surga, saya tidak tahu. Tetapi yang jelas BUKAN supaya orang-orang sadar akan dosa dan lalu percaya kepada Kristus!
Karena itu, sekalipun ada persamaan antara ajaran filosof Cina itu dengan hukum 5-10, tetapi dalam persoalan tujuan, keduanya sangat berbeda!
II) Ajaran filosof Cina itu merupakan respons terhadap wahyu umum, dan karena itu bisa bertentangan dengan Kitab Suci / Alkitab.
Tentang pandangan Pdt. Stephen Tong bahwa ajaran filosof Cina itu merupakan respons / tanggapan manusia terhadap wahyu umum, ada 2 hal yang ingin saya kemukakan:
1) Apakah Pdt. Stephen Tong juga menganggap ajaran agama lain sebagai respons / tanggapan manusia terhadap wahyu umum? Atau hanya ajaran filosof Cina itu yang ia anggap seperti itu? Kalau hanya ajaran filosof Cina itu, apa alasannya sehingga ajaran ini dibedakan dengan agama-agama lain?
2) Saya sangat meragukan bahwa ajaran filosof Cina itu merupakan respons / tanggapan manusia terhadap wahyu umum.
Mengapa? Karena ‘wahyu’ atau ‘revelation’ [dari kata ‘to reveal’ (= menyatakan)] diberikan Allah kepada manusia untuk menyatakan diriNya kepada manusia sehingga manusia bisa mengenal diriNya. Dan wahyu umum, yaitu alam semesta dan hati nurani, setidaknya memang memberi tahu manusia bahwa Allah itu ada, dan juga tentang sifat-sifat tertentu dari Allah, seperti maha kuasa, baik, murah hati, bijaksana, dan sebagainya.
Bahwa wahyu umum memang memberi tahu manusia tentang hal-hal itu, bisa terlihat dari ayat-ayat ini:
a) Ro 1:19-20 – “Karena apa yang dapat mereka ketahui tentang Allah nyata bagi mereka, sebab Allah telah menyatakannya kepada mereka. Sebab apa yang tidak nampak dari padaNya, yaitu kekuatanNya yang kekal dan keilahianNya, dapat nampak kepada pikiran dari karyaNya sejak dunia diciptakan, sehingga mereka tidak dapat berdalih”.
Ro 1:19-20 (NASB): “because that which is known about God is evident within them; for God made it evident to them. For since the creation of the world His invisible attributes, His eternal power and divine nature, have been clearly seen, being understood through what has been made, so that they are without excuse” (= karena apa yang diketahui tentang Allah nyata di dalam mereka; karena Allah telah membuatnya nyata bagi mereka. Karena sejak penciptaan dunia / alam semesta, sifat-sifatNya yang tak terlihat, kekuatanNya yang kekal dan keilahianNya, telah terlihat dengan jelas, dimengerti melalui apa yang telah diciptakan, sehingga mereka tidak mempunyai alasan)
John Calvin: “There is within the human mind, and indeed by natural instinct, an awareness of divinity. … To prevent anyone from taking refuge in the pretense of ignorance, God himself has implanted in all men a certain understanding of his divine majesty. … a sense of deity inscribed in the hearts of all” (= Di dalam pikiran manusia, oleh suatu naluri yang bersifat alamiah, ada suatu kesadaran tentang keilahian. … Untuk mencegah siapapun untuk berlindung dalam ketidaktahuan, Allah sendiri telah menanamkan dalam semua manusia suatu pengertian tertentu tentang keagungan ilahinya. … suatu perasaan tentang Allah dituliskan dalam hati dari semua orang) – ‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter III, no 1.
John Calvin: “Since, therefore, men one and all perceive that there is a God and that he is their Maker, they are condemned by their own testimony because they have failed to honor him and to consecrate their lives to his will. If ignorance of God is to be looked for anywhere, surely one is most likely to find an example of it among the more backward folk and those more remote from civilization. Yet there is, as the eminent pagan says, no nation so barbarous, no people so savage, that they have not a deep-seated conviction that there is a God” (= Karena itu, karena semua manusia merasa / mengerti bahwa di sana ada Allah, dan bahwa Ia adalah Pencipta mereka, mereka dikecam / dihukum oleh kesaksian mereka sendiri karena mereka telah gagal untuk menghormati Dia dan membaktikan kehidupan mereka pada kehendakNya. Jika ketidak-tahuan tentang Allah dicari dimana-mana, pasti seseorang akan paling memungkinkan untuk menemukan suatu contoh darinya di antara orang-orang terbelakang dan mereka yang lebih terpencil dari kebudayaan. Tetapi di sana tidak ada, seperti dikatakan seorang kafir yang menonjol, bangsa yang begitu biadab, atau bangsa yang begitu ganas / buas, yang tidak mempunyai suatu keyakinan yang mendalam akan adanya Allah) – ‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter 3, no 1.
John Calvin: “And they who in other aspects of life seem least to differ from brutes still continue to retain some seed of religion. So deeply does the common conception occupy the minds of all, so tenaciously does it inhere in the hearts of all! Therefore, since from the beginning of the world there has been no region, no city, in short, no household, that could do without religion, there lies in this a tacit confession of a sense of deity inscribed in the hearts of all” (= Dan mereka yang dalam aspek-aspek lain dari kehidupan kelihatannya tidak terlalu berbeda dengan binatang tetap mempertahankan benih agama. Begitu dalamnya konsep / pengertian umum ini menempati pikiran dari semua orang, begitu kuatnya hal itu melekat dalam hati semua orang! Karena itu, sejak permulaan dunia ini tidak ada daerah, tidak ada kota, singkatnya, tidak ada rumah tangga, yang bisa berjalan terus tanpa agama, di sana ada suatu pengakuan diam-diam tentang suatu perasaan tentang keallahan yang dituliskan dalam hati semua orang) – ‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter 3, no 1.
John Calvin: “Men of sound judgment will always be sure that a sense of divinity which can never be effaced is engraved upon men’s minds. … this conviction, namely, that there is some God, is naturally inborn in all, and is fixed deep within, as it were in the very marrow” (= Manusia dengan penghakiman / penilaian yang sehat akan selalu yakin bahwa suatu perasaan tentang keilahian yang tidak pernah bisa dihapuskan dituliskan pada pikiran manusia. … keyakinan ini, yaitu bahwa di sana ada Allah, secara alamiah ada sejak lahir dalam semua orang, dan dipasang / dicamkan jauh di dalam, seakan-akan dalam sumsum) – ‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter 3, no 3.
John Calvin: “a sense of divinity is by nature engraven on human hearts. For necessity forces from the reprobate themselves a confession of it. In tranquil times they wittily joke about God, indeed are facetious and garrulous in belittling his power. If any occasion for despair presses upon them, it goads them to seek him and impels their perfunctory prayers. From this it is clear that they have not been utterly ignorant of God” (= suatu perasaan tentang keilahian secara alamiah diukirkan pada hati manusia. Karena kebutuhan memaksa orang-orang yang ditetapkan untuk binasa itu sendiri untuk mengakui hal tersebut. Dalam masa tenang mereka bergurau dengan jenaka tentang Allah, bahkan secara berkelakar dan banyak bicara dalam merendahkan kuasaNya. Jika ada keadaan yang menyebabkan putus asa menekan mereka, itu mendorong mereka untuk mencari Dia dan memaksa / mendorong doa-doa mereka yang asal-asalan. Dari hal ini adalah jelas bahwa mereka bukannya sama sekali tidak tahu tentang Allah) – ‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter 4, no 4.
Ini juga membuat saya tidak percaya bahwa dalam dunia ini ada orang-orang yang betul-betul adalah Atehist. Mereka yang mengaku sebagai Atheist, sebetulnya dalam hati mereka mengakui adanya Allah, hanya saja mereka menekan dan tidak mau mengakui hal itu.
b) Maz 19:2 – “Langit menceritakan kemuliaan Allah, dan cakrawala memberitakan pekerjaan tanganNya”.
c) Maz 104:24 – “Betapa banyak perbuatanMu, ya TUHAN, sekaliannya Kaujadikan dengan kebijaksanaan, bumi penuh dengan ciptaanMu.”.
d) Kis 14:15-17 – “(15) ‘Hai kamu sekalian, mengapa kamu berbuat demikian? Kami ini adalah manusia biasa sama seperti kamu. Kami ada di sini untuk memberitakan Injil kepada kamu, supaya kamu meninggalkan perbuatan sia-sia ini dan berbalik kepada Allah yang hidup, yang telah menjadikan langit dan bumi, laut dan segala isinya. (16) Dalam zaman yang lampau Allah membiarkan semua bangsa menuruti jalannya masing-masing, (17) namun Ia bukan tidak menyatakan diriNya dengan berbagai-bagai kebajikan, yaitu dengan menurunkan hujan dari langit dan dengan memberikan musim-musim subur bagi kamu. Ia memuaskan hatimu dengan makanan dan kegembiraan.’”.
e) Mat 5:45 – “Karena dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di sorga, yang menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar”.
Luk 6:35-36 – “(35) Tetapi kamu, kasihilah musuhmu dan berbuatlah baik kepada mereka dan pinjamkan dengan tidak mengharapkan balasan, maka upahmu akan besar dan kamu akan menjadi anak-anak Allah Yang Mahatinggi, sebab Ia baik terhadap orang-orang yang tidak tahu berterima kasih dan terhadap orang-orang jahat. (36) Hendaklah kamu murah hati, sama seperti Bapamu adalah murah hati.’”.
Jadi, dari ayat-ayat di atas terlihat bahwa wahyu umum, yaitu hati nurani dan alam semesta, termasuk apa yang terjadi dalam alam semesta, seperti musim-musim, hujan, dsb, menunjukkan kepada manusia banyak hal tentang Allah. Bukan hanya bahwa Allah itu ada, tetapi juga bahwa Allah itu berkuasa, mulia, bijaksana, baik, murah hati, penuh kasih karunia (karena Ia tetap bersikap baik / memberkati orang-orang jahat), dan sebagainya.
Sekarang, kalau dikatakan bahwa ajaran filosof Cina itu merupakan respons terhadap wahyu umum, mengapa, seperti yang dikatakan Pdt. Stephen Tong, dalam ajaran filosof Cina itu sama sekali tak ada ajaran vertikal / tentang Allah? Mengapa yang ada hanya ajaran horizontal / tentang sesama manusia?
Memang hati nurani juga memberikan ajaran moral, yang merupakan kehendak Allah bagi manusia dalam hubungannya dengan sesamanya, tetapi kalau ajaran filosof Cina itu memang merupakan respons manusia terhadap wahyu umum, dan ternyata responsnya hanya berupa ajaran horizontal, tanpa ada sedikitpun ajaran tentang Allah, maka jelas bahwa ini merupakan respons yang sangat buruk, dan karena itu tidak pantas diagung-agungkan seperti yang dilakukan oleh Pdt. Stephen Tong!
III) Ajaran filosof Cina itu harus diperhatikan oleh orang-orang Kristen supaya bisa menjadi orang Kristen yang lebih bertanggung-jawab.
Hal terutama yang akan saya soroti berkenaan dengan ajaran Pdt. Stephen Tong tentang ajaran filosof Cina itu dan hubungannya dengan Kitab Suci, adalah bahwa ia mengatakan bahwa orang-orang Kristen, majelis-majelis / tua-tua, dan hamba-hamba Tuhan harus mengerti bahwa semua ajaran filosof Cina itu bisa membentuk mereka menjadi orang-orang Kristen yang lebih bertanggung jawab.
Mula-mula Pdt. Stephen Tong memberi contoh ajaran filosof Cina itu, tentang ‘gentleman yang mementingkan kebenaran / keadilan, dan orang kecil yang mementingkan profit / keuntungan’. Setelah ia membahas ajaran itu, ia lalu menanyakan: ‘Bagus ndak?’.
Dan ia lalu melanjutkan dengan mengatakan kata-kata sebagai berikut: “Saya kira ini perlu ya, semua hamba-hamba Tuhan, semua majelis, semua tua-tua, semua orang-orang Kristen, mengerti semua yang pernah dipikirkan … ikut membentuk kita menjadi orang Kristen yang lebih bertanggung jawab. Karena Yesus berkata ‘jikalau kebenaranmu tidak melampaui kebenaran orang Farisi engkau tidak bisa masuk kerajaan Surga.’”.
Catatan: nama dari filosof Cina ini saya gantikan dengan …
Kata-kata Yesus ini pasti dikutip dari Mat 5:20 – “Maka Aku berkata kepadamu: Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga”.
Catatan: kata-kata ‘hidup keagamaan’ oleh KJV diterjemahkan ‘righteousness’ (= kebenaran). Jadi dalam hal ini pengutipan yang dilakukan oleh Pdt. Stephen Tong cukup benar.
Dari 3 hal ini, saya akan membahas yang no 3 lebih dulu, lalu yang no 1, dan terakhir yang no 2, yang paling saya utamakan, saya bahas paling akhir dan paling terperinci.
1) Tentang penghubungan dengan Mat 5:20.
Saya sama sekali tidak mengerti apa hubungannya Mat 5:20 ini dengan keharusan semua hamba Tuhan, majelis, tua-tua, orang Kristen untuk memperhatikan ajaran filosof Cina itu! Ini merupakan suatu penghubungan yang sama sekali ngawur!
Dalam komentarnya tentang ayat ini, Calvin mengatakan bahwa orang-orang Farisi menekankan ajaran dan ketaatan yang sifatnya lahiriah / munafik dan suka memamerkan kebenarannya. Karena itu Yesus mengatakan bahwa kebenaran dari murid-murid harus melampaui kebenaran dari orang-orang Farisi itu. Kita harus mempunyai kebenaran yang sifatnya rohani / dari dalam. Ini tak berarti Yesus mengajarkan keselamatan karena perbuatan baik, tetapi kalau seseorang betul-betul beriman, maka pasti kebenaran jenis ini akan muncul dalam hidupnya sebagai buah dari imannya.
Calvin: “But it deserves inquiry, whether he does not rather blame the corrupted manner of teaching, which the Pharisees and Scribes followed in instructing the people. By confining the law of God to outward duties only, they trained their disciples, like apes, to hypocrisy. They lived, I readily admit, as ill as they taught, and even worse: and therefore, along with their corrupted doctrine, I willingly include their hypocritical parade of false righteousness”.
Catatan: ini tidak saya terjemahkan karena intinya sudah saya berikan di atas.
Jadi, bagaimana ayat seperti ini dihubungkan dengan ajaran filosof Cina itu, yang dikatakan oleh Pdt. Stephen Tong harus dimengerti sebagai ikut membentuk kita menjadi orang-orang Kristen yang lebih bertanggung jawab, betul-betul merupakan sesuatu yang melampaui akal saya!
2) Tentang pertanyaan Pdt. Stephen Tong ‘bagus ndak’?
Kalau saya harus menjawab pertanyaan ‘bagus ndak’ itu, maka saya berkata itu tidak ada apa-apanya dalam keindahan, kejelasan, kedalaman, dsb, dibandingkan dengan ajaran Kitab Suci tentang hal itu. Intinya hanya urusan orang yang mata duitan yang dikontraskan dengan orang yang menekankan kebenaran dan keadilan. Tentang hal-hal seperti ini Kitab Suci memberikan banyak sekali ajaran / ayat yang jauh lebih indah dan dalam. Perhatikan ayat-ayat di bawah ini, yang boleh dikatakan hanya merupakan sebagian kecil dari apa yang Kitab Suci katakan berkenaan dengan uang / harta dan bahayanya.
· Maz 62:11 – “Janganlah percaya kepada pemerasan, janganlah menaruh harap yang sia-sia kepada perampasan; apabila harta makin bertambah, janganlah hatimu melekat padanya”.
· Amsal 10:2 – “Harta benda yang diperoleh dengan kefasikan tidak berguna, tetapi kebenaran menyelamatkan orang dari maut”.
· Amsal 11:4 – “Pada hari kemurkaan harta tidak berguna, tetapi kebenaran melepaskan orang dari maut”.
· Amsal 15:16 – “Lebih baik sedikit barang dengan disertai takut akan TUHAN dari pada banyak harta dengan disertai kecemasan”.
· Amsal 21:6 – “Memperoleh harta benda dengan lidah dusta adalah kesia-siaan yang lenyap dari orang yang mencari maut”.
· Amsal 23:4-5 – “(4) Jangan bersusah payah untuk menjadi kaya, tinggalkan niatmu ini. (5) Kalau engkau mengamat-amatinya, lenyaplah ia, karena tiba-tiba ia bersayap, lalu terbang ke angkasa seperti rajawali”.
· Amsal 30:8-9 – “(8) Jauhkanlah dari padaku kecurangan dan kebohongan. Jangan berikan kepadaku kemiskinan atau kekayaan. Biarkanlah aku menikmati makanan yang menjadi bagianku. (9) Supaya, kalau aku kenyang, aku tidak menyangkal-Mu dan berkata: Siapa TUHAN itu? Atau, kalau aku miskin, aku mencuri, dan mencemarkan nama Allahku”.
· Pkh 5:9-16 – “(9) Siapa mencintai uang tidak akan puas dengan uang, dan siapa mencintai kekayaan tidak akan puas dengan penghasilannya. Inipun sia-sia. (10) Dengan bertambahnya harta, bertambah pula orang-orang yang menghabiskannya. Dan apakah keuntungan pemiliknya selain dari pada melihatnya? (11) Enak tidurnya orang yang bekerja, baik ia makan sedikit maupun banyak; tetapi kekenyangan orang kaya sekali-kali tidak membiarkan dia tidur. (12) Ada kemalangan yang menyedihkan kulihat di bawah matahari: kekayaan yang disimpan oleh pemiliknya menjadi kecelakaannya sendiri. (13) Dan kekayaan itu binasa oleh kemalangan, sehingga tak ada suatupun padanya untuk anaknya. (14) Sebagaimana ia keluar dari kandungan ibunya, demikian juga ia akan pergi, telanjang seperti ketika ia datang, dan tak diperolehnya dari jerih payahnya suatupun yang dapat dibawa dalam tangannya. (15) Inipun kemalangan yang menyedihkan. Sebagaimana ia datang, demikianpun ia akan pergi. Dan apakah keuntungan orang tadi yang telah berlelah-lelah menjaring angin? (16) Malah sepanjang umurnya ia berada dalam kegelapan dan kesedihan, mengalami banyak kesusahan, penderitaan dan kekesalan”.
· Yer 9:23-24 – “(23) Beginilah firman TUHAN: ‘Janganlah orang bijaksana bermegah karena kebijaksanaannya, janganlah orang kuat bermegah karena kekuatannya, janganlah orang kaya bermegah karena kekayaannya, (24) tetapi siapa yang mau bermegah, baiklah bermegah karena yang berikut: bahwa ia memahami dan mengenal Aku, bahwa Akulah TUHAN yang menunjukkan kasih setia, keadilan dan kebenaran di bumi; sungguh, semuanya itu Kusukai, demikianlah firman TUHAN.’”.
· Yeh 7:19 – “Perak mereka akan dicampakkan ke luar dan emas mereka akan dianggap cemar. Emas dan peraknya tidak akan dapat menyelamatkan mereka pada hari kemurkaan TUHAN. Mereka tidak akan kenyang karenanya dan perut mereka tidak akan terisi dengannya. Sebab hal itu menjadi batu sandungan, yang menjatuhkan mereka ke dalam kesalahan”.
· Mat 6:19-24 – “(19) ‘Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi; di bumi ngengat dan karat merusakkannya dan pencuri membongkar serta mencurinya. (20) Tetapi kumpulkanlah bagimu harta di sorga; di sorga ngengat dan karat tidak merusakkannya dan pencuri tidak membongkar serta mencurinya. (21) Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada. (22) Mata adalah pelita tubuh. Jika matamu baik, teranglah seluruh tubuhmu; (23) jika matamu jahat, gelaplah seluruh tubuhmu. Jadi jika terang yang ada padamu gelap, betapa gelapnya kegelapan itu. (24) Tak seorangpun dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon.’”.
· Mat 6:33 – “Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu”.
· Mat 13:22 – “Yang ditaburkan di tengah semak duri ialah orang yang mendengar firman itu, lalu kekuatiran dunia ini dan tipu daya kekayaan menghimpit firman itu sehingga tidak berbuah”.
· Mat 19:21-24 – “(21) Kata Yesus kepadanya: ‘Jikalau engkau hendak sempurna, pergilah, juallah segala milikmu dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di sorga, kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku.’ (22) Ketika orang muda itu mendengar perkataan itu, pergilah ia dengan sedih, sebab banyak hartanya. (23) Yesus berkata kepada murid-muridNya: ‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya sukar sekali bagi seorang kaya untuk masuk ke dalam Kerajaan Sorga. (24) Sekali lagi Aku berkata kepadamu, lebih mudah seekor unta masuk melalui lobang jarum dari pada seorang kaya masuk ke dalam Kerajaan Allah.’”.
· Luk 12:16-21 – “(16) Kemudian Ia mengatakan kepada mereka suatu perumpamaan, kataNya: ‘Ada seorang kaya, tanahnya berlimpah-limpah hasilnya. (17) Ia bertanya dalam hatinya: Apakah yang harus aku perbuat, sebab aku tidak mempunyai tempat di mana aku dapat menyimpan hasil tanahku. (18) Lalu katanya: Inilah yang akan aku perbuat; aku akan merombak lumbung-lumbungku dan aku akan mendirikan yang lebih besar dan aku akan menyimpan di dalamnya segala gandum dan barang-barangku. (19) Sesudah itu aku akan berkata kepada jiwaku: Jiwaku, ada padamu banyak barang, tertimbun untuk bertahun-tahun lamanya; beristirahatlah, makanlah, minumlah dan bersenang-senanglah! (20) Tetapi firman Allah kepadanya: Hai engkau orang bodoh, pada malam ini juga jiwamu akan diambil dari padamu, dan apa yang telah kausediakan, untuk siapakah itu nanti? (21) Demikianlah jadinya dengan orang yang mengumpulkan harta bagi dirinya sendiri, jikalau ia tidak kaya di hadapan Allah.’”.
· Luk 21:34-36 – “(34) ‘Jagalah dirimu, supaya hatimu jangan sarat oleh pesta pora dan kemabukan serta kepentingan-kepentingan duniawi dan supaya hari Tuhan jangan dengan tiba-tiba jatuh ke atas dirimu seperti suatu jerat. (35) Sebab ia akan menimpa semua penduduk bumi ini. (36) Berjaga-jagalah senantiasa sambil berdoa, supaya kamu beroleh kekuatan untuk luput dari semua yang akan terjadi itu, dan supaya kamu tahan berdiri di hadapan Anak Manusia.’”.
· 1Tim 6:6-10 – “(6) Memang ibadah itu kalau disertai rasa cukup, memberi keuntungan besar. (7) Sebab kita tidak membawa sesuatu apa ke dalam dunia dan kitapun tidak dapat membawa apa-apa ke luar. (8) Asal ada makanan dan pakaian, cukuplah. (9) Tetapi mereka yang ingin kaya terjatuh ke dalam pencobaan, ke dalam jerat dan ke dalam berbagai-bagai nafsu yang hampa dan yang mencelakakan, yang menenggelamkan manusia ke dalam keruntuhan dan kebinasaan. (10) Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka”.
· 1Tim 6:17-19 – “(17) Peringatkanlah kepada orang-orang kaya di dunia ini agar mereka jangan tinggi hati dan jangan berharap pada sesuatu yang tak tentu seperti kekayaan, melainkan pada Allah yang dalam kekayaanNya memberikan kepada kita segala sesuatu untuk dinikmati. (18) Peringatkanlah agar mereka itu berbuat baik, menjadi kaya dalam kebajikan, suka memberi dan membagi (19) dan dengan demikian mengumpulkan suatu harta sebagai dasar yang baik bagi dirinya di waktu yang akan datang untuk mencapai hidup yang sebenarnya”.
· Yak 1:9-11 – “(9) Baiklah saudara yang berada dalam keadaan yang rendah bermegah karena kedudukannya yang tinggi, (10) dan orang kaya karena kedudukannya yang rendah sebab ia akan lenyap seperti bunga rumput. (11) Karena matahari terbit dengan panasnya yang terik dan melayukan rumput itu, sehingga gugurlah bunganya dan hilanglah semaraknya. Demikian jugalah halnya dengan orang kaya; di tengah-tengah segala usahanya ia akan lenyap”.
· Yak 4:4 – “Hai kamu, orang-orang yang tidak setia! Tidakkah kamu tahu, bahwa persahabatan dengan dunia adalah permusuhan dengan Allah? Jadi barangsiapa hendak menjadi sahabat dunia ini, ia menjadikan dirinya musuh Allah”.
· Yak 5:1-3 – “(1) Jadi sekarang hai kamu orang-orang kaya, menangislah dan merataplah atas sengsara yang akan menimpa kamu! (2) Kekayaanmu sudah busuk, dan pakaianmu telah dimakan ngengat! (3) Emas dan perakmu sudah berkarat, dan karatnya akan menjadi kesaksian terhadap kamu dan akan memakan dagingmu seperti api. Kamu telah mengumpulkan harta pada hari-hari yang sedang berakhir”.
· 1Yoh 2:15 – “Janganlah kamu mengasihi dunia dan apa yang ada di dalamnya. Jikalau orang mengasihi dunia, maka kasih akan Bapa tidak ada di dalam orang itu”.
3) Sekarang, tentang ajaran filosof Cina itu yang ia anggap bisa menjadikan kita orang-orang Kristen yang lebih bertanggung jawab.
Saya kutip ulang kata-kata Pdt. Stephen Tong, kata per kata, sebagai berikut: “Saya kira ini perlu ya, semua hamba-hamba Tuhan, semua majelis, semua tua-tua, semua orang-orang Kristen, mengerti semua yang pernah dipikirkan … ikut membentuk kita menjadi orang Kristen yang lebih bertanggung jawab”.
Catatan: nama dari filosof Cina itu saya ganti dengan …
a) Saya tekankan kata ‘lebih’ ini! Secara implicit ini menunjukkan bahwa Pdt. Stephen Tong menganggap bahwa ajaran filosof Cina itu lebih bagus / lebih bisa menguduskan dari Alkitab / Firman Tuhan.
Tentang pandangan Pdt. Stephen Tong yang begitu mengagungkan ajaran filosof Cina itu, dan bahkan secara implicit menempatkannya di atas Firman Tuhan / Kitab Suci, maka saya akan memberikan di bawah ini kutipan-kutipan dari Calvin sebagai pembanding.
John Calvin: “Now this power which is peculiar to Scripture is clear from the fact that of human writings, however artfully polished, there is none capable of affecting us at all comparably. Read Demosthenes or Cicero; read Plato, Aristotle, and others of that tribe. They will, I admit, allure you, delight you, move you, enrapture you in wonderful measure. But betake yourself from them to this sacred reading. Then, in spite of yourself, so deeply will it affect you, so penetrate your heart, so fix itself in your very marrow, that, compared with its deep impression, such vigor as the orators and philosophers have will nearly vanish. Consequently, it is easy to see that the Sacred Scriptures, which so far surpass all gifts and graces of human endeavor, breathe something divine” (= Sekarang, kuasa ini yang merupakan sesuatu yang khas dari Kitab Suci, adalah jelas dari fakta bahwa dari tulisan-tulisan manusia, betapapun dipoles secara hebat, tidak ada yang bisa dibandingkan sama sekali dalam kemampuannya untuk mempengaruhi kita. Bacalah Demosthenes atau Cicero; bacalah Plato, Aristotle, dan yang lain-lain dari suku / jenis / kelompok yang sama itu. Mereka akan, saya akui, memikat engkau, menyenangkan engkau, menggerakkan engkau, mempesona engkau dalam ukuran yang hebat. Tetapi bawalah dirimu sendiri dari mereka pada pembacaan kudus / keramat ini. Maka siapapun adanya engkau, begitu dalamnya itu akan mempengaruhimu, begitu dalamnya itu menembus hatimu, begitu dalamnya itu memancangkan dirinya sendiri dalam sumsummu, sehingga, dibandingkan dengan kesannya yang mendalam, semangat / kekuatan yang dimiliki ahli-ahli pidato dan ahli-ahli filsafat hampir lenyap. Karena itu, adalah mudah untuk melihat bahwa Kitab Suci yang kudus, yang begitu jauh melampaui semua karunia-karunia dan kasih karunia dari usaha manusia, menghembuskan sesuatu yang bersifat ilahi) – ‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter 8, no 1.
Catatan: alangkah berbedanya perbandingan yang dilakukan oleh Calvin dan Pdt. Stephen Tong pada waktu mereka membandingkan tulisan-tulisan ahli-ahli filsafat dsb, dengan Kitab Suci! Dan ini pasti juga berlaku untuk ajaran filosof Cina itu.
John Calvin: “Not style but content is decisive. Indeed, I admit that some of the prophets had an elegant and clear, even brilliant, manner of speaking, so that their eloquence yields nothing to secular writers; and by such examples the Holy Spirit wished to show that he did not lack eloquence while he elsewhere used a rude and unrefined style. But whether you read David, Isaiah, and the like, whose speech flows sweet and pleasing, or Amos the herdsman, Jeremiah, and Zechariah, whose harsher style savors of rusticity, that majesty of the Spirit of which I have spoken will be evident everywhere. And I am not unaware that Satan is in many ways an imitator of God, in order by a false likeness to insinuate himself into the minds of simple folk” (= Bukan gaya, tetapi isi yang menentukan. Memang, saya mengakui bahwa beberapa / sebagian dari nabi-nabi mempunyai cara berbicara yang anggun dan jelas, dan bahkan cemerlang, sehingga kefasihan mereka tidak kalah dari penulis-penulis sekuler; dan dengan contoh-contoh seperti itu Roh Kudus ingin menunjukkan bahwa Ia tidak kekurangan kefasihan pada saat di tempat lain Ia menggunakan gaya yang kasar dan tidak diperhalus. Tetapi apakah kamu membaca Daud, Yesaya, dan sebagainya, yang ucapannya mengalir dengan manis dan menyenangkan, atau Amos sang penggembala, Yeremia, dan Zakharia, yang gayanya yang lebih kasar / tajam berbau kekasaran / kesederhanaan, keagungan dari Roh tentang mana saya telah berbicara, akan nyata dimana-mana. Dan saya bukannya tidak sadar bahwa Iblis dalam banyak cara adalah seorang peniru dari Allah, supaya oleh suatu kemiripan yang palsu bisa membuat dirinya sendiri disenangi dalam pikiran dari orang-orang yang dungu) – ‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter 8, no 2.
Dari sini kita bisa melihat bahwa gaya dari Kitab Suci kadang-kadang kasar dan kadang-kadang halus / anggun. Tetapi Calvin mengatakan bahwa Iblis juga menirunya, supaya dengan kemiripan itu ia bisa menipu dan diterima oleh orang-orang yang dungu. Karena itu, kalau dalam ajaran / tulisan filosof Cina itu, Socrates, orang-orang kafir dan ahli-ahli filsafat kafir yang lain, ada hal-hal yang kelihatannya indah, menarik, anggun dsb, kita harus mengingat hal ini! Kita harus menganggap itu sebagai tiruan / samaran setan, dan bukannya sebagai Firman Tuhan atau sesuatu yang disetarakan dengan Firman Tuhan, apalagi sesuatu yang melampaui Firman Tuhan, dan bahkan bukan sebagai respons manusia terhadap wahyu umum, seperti yang dipercaya / diajarkan oleh Pdt. Stephen Tong berkenaan dengan ajaran filosof Cina itu!
b) Saya sama sekali tidak setuju, bahkan sepenuhnya menentang, ajaran Pdt. Stephen Tong yang mengatakan bahwa orang-orang Kristen / hamba-hamba Tuhan harus belajar dari ajaran filosof Cina itu, apalagi kalau tujuannya untuk membentuk mereka menjadi orang-orang Kristen yang lebih bertanggung jawab!
Alasan-alasannya:
1. Dilihat dari tingkatan-tingkatan kebenarannya.
Sekarang mari kita perhatikan tingkatan-tingkatan di bawah ini:
a. Ajaran filosof Cina itu masih ada di bawah wahyu umum.
Ini terlihat dari kata-kata Pdt. Stephen Tong sendiri, pada waktu ia mengatakan:
· Bahwa ajaran filosof Cina itu bukan wahyu umum, tetapi merupakan tanggapan manusia terhadap wahyu umum.
· Bahwa dalam ajaran filosof Cina itu tidak ada ajaran vertikal / tentang Allah, padahal itu ada dalam wahyu umum.
b. Wahyu umum sendiri, yaitu alam semesta dan hati nurani, memberikan terang yang jauh lebih sedikit dari pada wahyu khusus (Firman Tuhan dan Yesus Kristus).
Ini merupakan sesuatu yang jelas, karena dosa menyebabkan wahyu umum menjadi kabur dan manusia menjadi buta. Akibatnya wahyu umum menjadi tidak memadai untuk mengenal Allah, dan karena itu Allah memberi wahyu khusus.
John Calvin: “SCRIPTURE CAN COMMUNICATE TO US WHAT THE REVELATION IN THE CREATION CANNOT. Accordingly, the same prophet, after he states, ‘The heavens declare the glory of God, the firmament shows forth the works of his hands, the ordered succession of days and nights proclaims his majesty’ (Psalm 19:1-2 p.), then proceeds to mention his Word: ‘The law of the Lord is spotless, converting souls; the testimony of the Lord is faithful, giving wisdom to little ones; the righteous acts of the Lord are right, rejoicing hearts; the precept of the Lord is clear, enlightening eyes’ (Psalm 28:8-9, Vg.; 19:7-8, EV)” [= Kitab Suci bisa menyampaikan kepada kita apa yang wahyu dalam penciptaan tidak bisa. Sesuai dengan itu, nabi yang sama, setelah ia menyatakan ‘Langit menceritakan kemuliaan Allah, dan cakrawala memberitakan pekerjaan tanganNya; hari meneruskan berita itu kepada hari, dan malam menyampaikan pengetahuan itu kepada malam’ (Maz 19:1-2), lalu melanjutkan dengan menyebutkan FirmanNya: ‘Taurat TUHAN itu sempurna, menyegarkan jiwa; peraturan TUHAN itu teguh, memberikan hikmat kepada orang yang tak berpengalaman. Titah TUHAN itu tepat, menyukakan hati; perintah TUHAN itu murni, membuat mata bercahaya’ (Maz 28:8-9, Vg, 19:7-8, EV)] – ‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter 6, no 4.
Catatan: Maz 28:8-9 tak cocok, mungkin terjemahan Latin Vulgate yang digunakan oleh Calvin agak berbeda. Yang cocok sekali memang adalah Maz 19, dan saya memberikan komentar Calvin tentang Maz 19 dari buku tafsirannya.
Calvin (tentang Maz 19): “this psalm consists of two parts, in the first of which David celebrates the glory of God as manifested in his works; and, in the other, exalts and magnifies the knowledge of God which shines forth more clearly in his word” (= mazmur ini terdiri dari 2 bagian, dalam bagian yang pertama darinya Daud menyatakan / menghormati kemuliaan Allah seperti yang dinyatakan dalam pekerjaanNya; dan dalam bagian yang lain, meninggikan dan membesarkan pengetahuan tentang Allah yang bersinar dengan lebih jelas dalam firmanNya).
Maz 19:1-7 – “(1) Untuk pemimpin biduan. Mazmur Daud. (2) Langit menceritakan kemuliaan Allah, dan cakrawala memberitakan pekerjaan tanganNya; (3) hari meneruskan berita itu kepada hari, dan malam menyampaikan pengetahuan itu kepada malam. (4) Tidak ada berita dan tidak ada kata, suara mereka tidak terdengar; (5) tetapi gema mereka terpencar ke seluruh dunia, dan perkataan mereka sampai ke ujung bumi. Ia memasang kemah di langit untuk matahari, (6) yang keluar bagaikan pengantin laki-laki yang keluar dari kamarnya, girang bagaikan pahlawan yang hendak melakukan perjalanannya. (7) Dari ujung langit ia terbit, dan ia beredar sampai ke ujung yang lain; tidak ada yang terlindung dari panas sinarnya”.
Maz 19:8-15 – “(8) Taurat TUHAN itu sempurna, menyegarkan jiwa; peraturan TUHAN itu teguh, memberikan hikmat kepada orang yang tak berpengalaman. (9) Titah TUHAN itu tepat, menyukakan hati; perintah TUHAN itu murni, membuat mata bercahaya. (10) Takut akan TUHAN itu suci, tetap ada untuk selamanya; hukum-hukum TUHAN itu benar, adil semuanya, (11) lebih indah dari pada emas, bahkan dari pada banyak emas tua; dan lebih manis dari pada madu, bahkan dari pada madu tetesan dari sarang lebah. (12) Lagipula hambaMu diperingatkan oleh semuanya itu, dan orang yang berpegang padanya mendapat upah yang besar. (13) Siapakah yang dapat mengetahui kesesatan? Bebaskanlah aku dari apa yang tidak kusadari. (14) Lindungilah hambaMu, juga terhadap orang yang kurang ajar; janganlah mereka menguasai aku! Maka aku menjadi tak bercela dan bebas dari pelanggaran besar. (15) Mudah-mudahan Engkau berkenan akan ucapan mulutku dan renungan hatiku, ya TUHAN, gunung batuku dan penebusku”.
Di sini saya juga ingin menambahkan komentar dari Calvin dan Albert Barnes tentang Ro 2:14-15 yang berbicara tentang hati nurani.
Ro 2:14-15 – “(14) Apabila bangsa-bangsa lain yang tidak memiliki hukum Taurat oleh dorongan diri sendiri melakukan apa yang dituntut hukum Taurat, maka, walaupun mereka tidak memiliki hukum Taurat, mereka menjadi hukum Taurat bagi diri mereka sendiri. (15) Sebab dengan itu mereka menunjukkan, bahwa isi hukum Taurat ada tertulis di dalam hati mereka dan suara hati mereka turut bersaksi dan pikiran mereka saling menuduh atau saling membela”.
Barnes’ Notes: “This does not mean, by any means, that they had all the knowledge which the Law would impart, for then there would have been no need of a revelation, … the will of God, whether made known by reason or revelation, will be the same so far as reason goes. The difference is that revelation goes further than reason; sheds light on new duties and doctrines; as the information given by the naked eye and the telescope is the same, except, that the telescope carries the sight forward, and reveals new worlds to the sight of man” [= Ini sama sekali tidak berarti bahwa mereka (orang-orang kafir / non Yahudi itu) mempunyai semua pengetahuan yang diberikan oleh hukum Taurat, kalau kalau demikian maka tidak dibutuhkan suatu wahyu, … kehendak Allah, apakah dinyatakan oleh akal atau wahyu, akan sama sejauh akal berjalan. Perbedaannya adalah bahwa wahyu berjalan lebih jauh dari akal; memberi terang pada kewajiban-kewajiban dan doktrin-doktrin yang baru; seperti informasi yang diberikan oleh mata telanjang dan oleh teleskop adalah sama, kecuali bahwa teleskop membawa penglihatan ke depan, dan menyatakan dunia / alam semesta yang baru pada penglihatan manusia].
Calvin: “Nor can we conclude from this passage, that there is in men a full knowledge of the law, but that there are only some seeds of what is right implanted in their nature” (= Kita tidak bisa menyimpulkan dari text ini bahwa dalam diri manusia ada pengetahuan penuh tentang hukum / hukum Taurat, tetapi bahwa di sana hanya ada sebagian benih dari apa yang benar yang ditanamkan dalam diri mereka).
c. Wahyu khusus, yaitu Firman Tuhan dan Yesus Kristus. Inipun bisa dibagi dalam tingkatan-tingkatan, yang makin lama makin terang, yaitu:
· Hukum Taurat / Perjanjian Lama.
· Ajaran Yohanes Pembaptis.
· Ajaran Yesus / Injil / Perjanjian Baru.
John Calvin: “John stood between the law and the gospel, holding an intermediate office related to both. He called Christ the ‘Lamb of God’ and the sacrifice for the cleansing of sins (John 1:29), thus setting forth the sum of the gospel. Yet he did not express that incomparable power and glory which at length shone forth in the resurrection. Hence, Christ said that he was not equal to the apostles; this is the meaning of his words: ‘John excels among the sons of women, yet he who is least in the Kingdom of Heaven is greater than he’ (Matthew 11:11 p.). He does not commend here the persons of men, but after setting John ahead of all the prophets, he raises the preaching of the gospel to the highest rank” [= Yohanes berdiri di antara hukum Taurat dan injil, memegang jabatan pengantara yang berhubungan dengan keduanya. Ia menyebut Kristus ‘Anak Domba Allah’ dan korban untuk menghapus dosa (Yoh 1:29), dengan demikian mengajukan inti sari dari injil. Tetapi ia tidak menyatakan kuasa dan kemuliaan yang tak ada bandingannya yang akhirnya bersinar dalam kebangkitan. Karena itu, Kristus mengatakan bahwa ia tidak setara dengan rasul-rasul; inilah arti dari kata-kataNya: ‘di antara mereka yang dilahirkan oleh perempuan tidak pernah tampil seorang yang lebih besar dari pada Yohanes Pembaptis, namun yang terkecil dalam Kerajaan Sorga lebih besar dari padanya’ (Mat 11:11). Di sini Ia tidak memuji pribadi-pribadi manusia, tetapi setelah meletakkan Yohanes di depan semua nabi-nabi, Ia meninggikan pemberitaan injil pada tingkat yang tertinggi] – ‘Institutes of the Christian Religion’, Book II, Chapter IX, no 5.
Mat 1:11 – “Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya di antara mereka yang dilahirkan oleh perempuan tidak pernah tampil seorang yang lebih besar dari pada Yohanes Pembaptis, namun yang terkecil dalam Kerajaan Sorga lebih besar dari padanya”
John Calvin: “the gospel points out with the finger what the law foreshadowed under types” (= injil menunjuk dengan jari apa yang hukum Taurat bayangkan di bawah type-type) – ‘Institutes of the Christian Religion’, Book II, Chapter IX, no 3.
John Calvin: “the gospel did not so supplant the entire law as to bring forward a different way of salvation. Rather, it confirmed and satisfied whatever the law had promised, and gave substance to the shadows. … where the whole law is concerned, the gospel differs from it only in clarity of manifestation” [= injil tidak begitu menggantikan seluruh hukum Taurat sehingga mengemukakan suatu jalan keselamatan yang berbeda. Tetapi, injil meneguhkan dan memuaskan apapun yang dijanjikan oleh hukum Taurat, dan memberi zat / bahan pada bayangannya. … dimana seluruh hukum Taurat dipersoalkan, injil berbeda darinya hanya dalam kejelasan pernyataan] – ‘Institutes of the Christian Religion’, Book II, Chapter IX, no 4.
Calvin mengutip Mal 4:2 yang berbunyi: “akan terbit surya kebenaran”, dan lalu berkata sebagai berikut:
John Calvin: “By these words he teaches that while the law serves to hold the godly in expectation of Christ’s coming, at his advent they should hope for far more light. For this reason, Peter says: ‘The prophets … searched and diligently inquired about this salvation,’ which has now been made manifest by the gospel (1Peter 1:10). And ‘it was revealed to them that they were serving not themselves,’ or their age, ‘but us, in the things which have … been announced’ through the gospel (1Peter 1:12 p.). … today the grace of which they bore witness is put before our very eyes. They had but a slight taste of it; we can more richly enjoy it” [= Dengan kata-kata ini ia mengajar bahwa sementara hukum Taurat melayani untuk memegang orang-orang saleh dalam pengharapan tentang kedatangan Kristus, pada kedatanganNya mereka harus berharap untuk terang yang lebih besar. Untuk alasan ini, Petrus berkata: ‘Nabi-nabi … meneliti dan menyelidiki dengan rajin tentang keselamatan ini’, yang sekarang telah dinyatakan oleh injil (1Pet 1:10). Dan ‘kepada mereka telah dinyatakan, bahwa mereka bukan melayani diri mereka sendiri’, atau jaman mereka, ‘tetapi kami, dalam hal-hal yang telah … diumumkan’ melalui injil (1Pet 1:12). … hari ini kasih karunia tentang mana mereka memberikan kesaksian diletakkan di depan mata kita. Mereka hanya mendapatkan sedikit cicipan tentangnya; kita bisa menikmatinya dengan lebih kaya] – ‘Institutes of the Christian Religion’, Book II, Chapter IX, no 1.
Catatan: 1Pet 1:10,12 dalam kutipan di atas ini tidak saya ambil dari Kitab Suci Indonesia tetapi saya terjemahkan dari bahasa Inggris.
Sekarang perhatikan beberapa komentar dari beberapa penafsir tentang Yoh 1:18 – “Tidak seorangpun yang pernah melihat Allah; tetapi Anak Tunggal Allah, yang ada di pangkuan Bapa, Dialah yang menyatakanNya”. Semua komentar-komentar ini menunjukkan bahwa ayat ini menunjukkan bahwa Injil memberi terang yang lebih banyak dari hukum Taurat / Perjanjian Lama.
John Calvin: “And John the Baptist’s statement – ‘No one has ever seen God; the only-begotten Son, who is in the bosom of the Father, has made him known’ (John 1:18) – does not exclude the pious who died before Christ from the fellowship of the understanding and light that shine in the person of Christ. But, by comparing their lot with ours, he teaches that those mysteries which they but glimpsed in shadowed outline are manifest to us” [= Dan pernyataan Yohanes Pembaptis – ‘Tidak seorangpun yang pernah melihat Allah; tetapi Anak Tunggal Allah, yang ada di pangkuan Bapa, Dialah yang menyatakanNya’ (Yoh 1:18) – tidak mengeluarkan orang-orang saleh yang mati sebelum Kristus dari persekutuan tentang pengertian dan terang yang bersinar dalam pribadi Kristus. Tetapi, dengan membandingkan nasib / bagian mereka dengan nasib / bagian kita, ia mengajar bahwa misteri-misteri, yang hanya mereka lihat sekilas dalam garis besar / sketsa yang dinaungi bayang-bayang, dinyatakan kepada kita] – ‘Institutes of the Christian Religion’, Book II, Chapter IX, no 1.
Matthew Henry: “The law was given by Moses, and it was a glorious discovery, both of God’s will concerning man and his good will to man; but the gospel of Christ is a much clearer discovery both of duty and happiness … the revelation which God made of himself in the Old Testament was very short and imperfect, in comparison with that which he has made by Christ … none of the Old-Testament prophets were so well qualified to make known the mind and will of God to the children of men as our Lord Jesus was, for none of them had seen God at any time. Moses beheld the similitude of the Lord (Num. 12:8), but was told that he could not see his face, Exo. 33:20. But this recommends Christ’s holy religion to us that it was founded by one that had seen God, and knew more of his mind than any one else ever did” [= Hukum Taurat diberikan oleh / melalui Musa, dan itu merupakan penemuan / penyingkapan yang mulia, baik tentang kehendak Allah berkenaan dengan manusia dan kehendak-baikNya bagi manusia; tetapi injil Kristus merupakan suatu penemuan / penyingkapan yang jauh lebih jelas, baik tentang kewajiban maupun kebahagiaan … wahyu yang Allah buat tentang diriNya sendiri dalam Perjanjian Lama adalah sangat singkat dan tidak sempurna, dibandingkan dengan apa yang telah Ia buat oleh / melalui Kristus … tidak ada nabi-nabi Perjanjian Lama yang begitu memenuhi syarat dengan baik untuk menyatakan pikiran dan kehendak Allah kepada anak-anak manusia seperti Tuhan kita Yesus, karena tidak ada dari mereka yang telah melihat Allah pada saat manapun. Musa melihat bentuk dari Tuhan (Bil 12:8), tetapi diberitahu bahwa ia tidak bisa melihat wajahNya, Kel 33:20. Tetapi ini menganjurkan agama kudus Kristus bagi kita bahwa itu didirikan oleh seseorang yang telah melihat Allah, dan tahu lebih banyak tentang pikiranNya dari orang lain manapun].
Barnes’ Notes: “‘No man hath seen God at any time.’ This declaration is probably made to show the superiority of the revelation of Jesus above that of any previous dispensation. It is said, therefore, that Jesus ‘had an intimate knowledge of God,’ which neither Moses nor any of the ancient prophets had possessed. God is invisible: no human eyes have seen him; but Christ had a knowledge of God which might be expressed to OUR apprehension by saying that he SAW him. He knew him intimately and completely, and was therefore fitted to make a fuller manifestation of him. … This verse proves that Jesus had a knowledge of God above that which any of the ancient prophets had, and that the fullest revelations of his character are to be expected in the gospel. By his Word and Spirit he can enlighten and guide us, and lead us to the true knowledge of God; and there is no true and full knowledge of God which is not obtained through his Son” (= ‘Tidak seorangpun yang pernah melihat Allah’. Pernyataan ini mungkin dibuat untuk menunjukkan kesuperioran dari wahyu dari Yesus di atas wahyu dari jaman yang lebih dulu manapun. Karena itu dikatakan bahwa Yesus ‘mempunyai pengenalan intim / mendalam tentang Allah’, yang baik Musa maupun yang manapun dari nabi-nabi kuno tidak mempunyainya. Allah itu tidak bisa dilihat: tidak ada mata manusia telah melihatNya; tetapi Kristus mempunyai suatu pengenalan tentang Allah yang bisa dinyatakan pada pengertian KITA dengan mengatakan bahwa Ia TELAH MELIHAT Dia. Ia mengenalNya dengan intim / mendalam dan dengan lengkap / sempurna, dan karena itu cocok untuk membuat manifestasi yang lebih penuh tentang Dia. … Ayat ini membuktikan bahwa Yesus mempunyai suatu pengenalan tentang Allah di atas pengenalan yang dimiliki oleh nabi-nabi kuno yang manapun, dan bahwa wahyu yang paling penuh dari karakterNya harus diharapkan dalam injil. Oleh firman dan RohNya Ia bisa menerangi dan membimbing kita, dan memimpin kita pada pengetahuan / pengenalan yang benar tentang Allah; dan tidak ada pengetahuan / pengenalan yang benar dan penuh tentang Allah yang tidak didapatkan melalui AnakNya).
Jadi, ajaran filosof Cina itu masih di bawah wahyu umum, dan wahyu umum ada di bawah wahyu khusus. Dan dalam wahyu khusus sendiri, hukum Taurat / Perjanjian Lama ada di bawah ajaran Yohanes Pembaptis, dan ajaran Yohanes Pembaptis ada di bawah Injil / Perjanjian Baru / ajaran Yesus Kristus.
Lalu bagaimana mungkin kita yang sudah memiliki wahyu khusus, yaitu seluruh Alkitab dan Yesus Kristus, masih harus belajar dari ajaran filosof Cina itu, supaya bisa menjadi orang-orang Kristen yang lebih bertanggung jawab? Terus terang, saya menganggap pernyataan ini sebagai suatu penghinaan terhadap Kitab Suci. Bagaimana mungkin, orang Kristen yang sudah memiliki Firman Tuhan yang lengkap dalam Alkitab, lalu harus belajar dari orang, yang menurut Pdt. Stephen Tong sendiri ajarannya bahkan bukan wahyu umum, tetapi hanya merupakan renspons / tanggapan manusia terhadap wahyu umum dari Allah (inipun saya sangat sangsikan kebenarannya).
2. Apakah Pdt. Stephen Tong menganggap ajaran filosof Cina itu ada dalam Alkitab, atau tidak ada dalam Alkitab? Kalau ada, untuk apa dan mengapa orang Kristen harus mempelajarinya dari ajaran dari filosof Cina itu dan bukannya dari Alkitab? Kalau tidak ada, apakah itu berarti Alkitab itu masih kurang dan harus ditambahi dengan ajaran filosof Cina itu? Kalau yang terakhir ini dijawab ‘ya’, maka itu berarti Pdt. Stephen Tong sudah menyimpang dari semboyan reformasi ‘SOLA SCRIPTURA’!
3. Kitab Suci kita sudah lengkap untuk menguduskan / memperbaiki kehidupan kita, dan tak perlu ditambahi apapun yang lain.
Bdk. 2Tim 3:16-17 – “(16) Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran. (17) Dengan demikian tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik”.
KJV: ‘That the man of God may be perfect, throughly furnished unto all good works’ (= Supaya manusia milik Allah bisa sempurna, sepenuhnya diperlengkapi pada semua perbuatan baik).
Calvin (tentang 2Tim 3:16): “Thus he who knows how to use the Scriptures properly, is in want of nothing for salvation, or for a Holy life” (= Demikianlah ia yang tahu bagaimana menggunakan Kitab Suci dengan benar, tidak kekurangan apapun untuk keselamatan, atau untuk suatu kehidupan yang kudus).
Calvin (tentang 2Tim 3:17): “‘That the man of God may be perfect.’ ‘Perfect’ means here a blameless person, one in whom there is nothing defective; for he asserts absolutely, that the Scripture is sufficient for perfection. Accordingly, he who is not satisfied with Scripture desires to be wiser than is either proper or desirable” (= ‘Supaya manusia milik Allah bisa sempurna’. ‘Sempurna’ di sini berarti seorang yang tak bercacat, seseorang dalam siapa tidak ada apapun yang cacat / kurang baik; karena ia menegaskan secara mutlak, bahwa Kitab Suci adalah cukup untuk kesempurnaan. Sesuai dengan itu, ia yang tidak puas dengan Kitab Suci ingin mempunyai kebijaksanaan yang lebih dari yang benar atau yang bisa diinginkan).
Barnes’ Notes (tentang 2Tim 3:16): “‘For correction.’ … The meaning is, that the Scriptures are a powerful means of reformation, or of putting men into the proper condition in regard to morals. After all the means which have been employed to reform mankind; … the word of God is still the most powerful and the most effectual means of recovering those who have fallen into vice. No reformation can be permanent which is not based on the principles of the word of God” (= ‘Untuk koreksi / memperbaiki kelakuan’. … Artinya adalah, bahwa Kitab Suci adalah suatu cara yang sangat berkuasa / kuat untuk mereformasi, atau untuk meletakkan manusia ke dalam suatu kondisi yang tepat berkenaan dengan moral. Setelah semua cara-cara yang telah digunakan untuk mereformasi umat manusia; … firman Allah tetap merupakan cara yang paling berkuasa / kuat dan paling efektif untuk memulihkan mereka yang telah jatuh ke dalam kejahatan. Tidak ada reformasi bisa bersifat permanen, kalau tidak didasarkan pada prinsip-prinsip firman Allah).
Barnes’ Notes (tentang 2Tim 3:17): “‘That the man of God may be perfect.’ The object is not merely to convince and to convert him; it is to furnish all the instruction needful for his entire perfection. The idea here is, not that any one IS absolutely perfect, but that the Scriptures have laid down the way which leads to perfection, and that, if any one WERE perfect, he would find in the Scriptures all the instruction which he needed in those circumstances. There is no deficiency in the Bible for man, in any of the situations in which he may be placed in life” [= ‘Supaya manusia milik Allah itu bisa sempurna’. Tujuannya bukan semata-mata meyakinkan dan mempertobatkannya; tujuannya adalah untuk memperlengkapi / menyediakan semua instruksi yang dibutuhkan untuk seluruh kesempurnaannya. Gagasannya di sini adalah, bukan bahwa siapapun adalah sempurna secara mutlak, tetapi bahwa Kitab Suci telah memberikan cara yang memimpin pada kesempurnaan, dan bahwa, seandainya siapapun adalah sempurna, ia akan menemukan dalam Kitab Suci semua instruksi yang ia butuhkan dalam keadaan itu. Tidak ada kekurangan dalam Alkitab untuk manusia, dalam sikon apapun dalam mana ia ditempatkan dalam kehidupan].
Barnes’ Notes (tentang 2Tim 3:17): “‘Thoroughly furnished unto all good works.’ Margin, ‘perfected.’ The Greek means, to bring to an end; to make complete. The idea is, that whatever good work the man of God desires to perform, or however perfect he aims to be, he will find no deficiency in the Scriptures, but will find there the most ample instructions that he needs” (= ‘sepenuhnya diperlengkapi pada semua perbuatan baik’. Catatan tepi, ‘disempurnakan’. Kata Yunaninya berarti, ‘membawa pada satu tujuan’; ‘membuat lengkap / sempurna’. Gagasannya adalah bahwa perbuatan baik apapun yang ingin dilakukan oleh manusia milik Allah, atau betapapun sempurnanya tujuannya, ia tidak akan mendapati kekurangan dalam Kitab Suci, tetapi akan mendapatkan di sana instruksi yang paling banyak / cukup yang ia butuhkan).
4. Roh Kudus memimpin dan menguduskan orang percaya menggunakan Firman Tuhan.
a. Roh Kudus memimpin dengan Firman Tuhan.
Bdk. 2Pet 1:19-21 – “(19) Dengan demikian kami makin diteguhkan oleh firman yang telah disampaikan oleh para nabi. Alangkah baiknya kalau kamu memperhatikannya sama seperti memperhatikan pelita yang bercahaya di tempat yang gelap sampai fajar menyingsing dan bintang timur terbit bersinar di dalam hatimu. (20) Yang terutama harus kamu ketahui, ialah bahwa nubuat-nubuat dalam Kitab Suci tidak boleh ditafsirkan menurut kehendak sendiri, (21) sebab tidak pernah nubuat dihasilkan oleh kehendak manusia, tetapi oleh dorongan Roh Kudus orang-orang berbicara atas nama Allah”.
· Ajaran filosof Cina itu jelas bukan Kitab Suci / Firman Tuhan; juga bukannya muncul dari dorongan Roh Kudus, tetapi dari dorongan / kehendak filosof Cina itu sendiri.
Calvin (tentang 2Pet 1:20): “Peter says that Scripture came not from man, or through the suggestions of man. For thou wilt never come well prepared to read it, except thou bringest reverence, obedience, and docility; but a just reverence then only exists when we are convinced that God speaks to us, and not mortal men. Then Peter especially bids us to believe the prophecies as the indubitable oracles of God, because they have not emanated from men’s own private suggestions. To the same purpose is what immediately follows, – but holy men of God spake as they were moved by the Holy Ghost. They did not of themselves, or according to their own will, foolishly deliver their own inventions. The meaning is, that the beginning of right knowledge is to give that credit to the holy prophets which is due to God. He calls them the holy men of God, because they faithfully executed the office committed to them, … they dared not to announce anything of their own, and obediently followed the Spirit as their guide, who ruled in their mouth as in his own sanctuary. Understand by ‘prophecy of Scripture’ that which is contained in the holy Scriptures” [= Petrus mengatakan bahwa Kitab Suci datang bukan dari manusia, atau melalui anjuran / dorongan manusia. Karena engkau tidak akan pernah dipersiapkan dengan baik untuk membaca Kitab Suci, kecuali engkau membawa rasa takut dan hormat, ketaatan, dan kepatuhan; tetapi rasa takut dan hormat yang benar hanya ada pada waktu kita diyakinkan bahwa Allah, dan bukan manusia yang fana, yang berbicara kepada kita. Maka Petrus secara khusus meminta kita untuk mempercayai nubuat-nubuat sebagai sabda yang pasti dari Allah, karena nubuat-nubuat itu tidak keluar dari dorongan pribadi manusia itu sendiri. Apa yang berikutnya juga mempunyai tujuan yang sama, – tetapi orang-orang kudus Allah berbicara pada waktu mereka digerakkan oleh Roh Kudus. Mereka tidak melakukan dari diri mereka sendiri, atau sesuai dengan kehendak mereka, dengan tolol menyampaikan penemuan-penemuan mereka sendiri. Artinya adalah, bahwa permulaan dari pengetahuan yang benar adalah memberikan penghargaan kepada nabi-nabi kudus yang merupakan hak / milik Allah. Ia menyebut mereka orang-orang kudus dari Allah, karena mereka dengan setia melaksanakan tugas yang diberikan kepada mereka, … mereka tidak berani mengumumkan / memberitahukan apapaun dari diri mereka sendiri, dan dengan taat mengikuti Roh sebagai pembimbing mereka, yang memerintah dalam mulut mereka seperti dalam Ruang Suci / BaitNya. Yang dimaksudkan dengan ‘nubuat-nubuat Kitab Suci’ adalah apa yang ada dalam Kitab Suci yang kudus].
· Kita hanya bisa mengikuti Allah kalau kita mengikuti Firman Tuhan / Kitab Suci.
Calvin (tentang 2Pet 1:19): “This is a remarkable passage: we learn from it how God guides us. The Papists have ever and anon in their mouth, that the Church cannot err. Though the word is neglected, they yet imagine that it is guided by the Spirit. But Peter, on the contrary, intimates that all are immersed in darkness who do not attend to the light of the word. Therefore, except thou art resolved wilfully to cast thyself into a labyrinth, especially beware of departing even in the least thing from the rule and direction of the word. Nay, the Church cannot follow God as its guide, except it observes what the word prescribes. In this passage Peter also condemns all the wisdom of men, in order that we may learn humbly to seek, otherwise than by our own understanding, the true way of knowledge; for without the word nothing is left for men but darkness” (= Ini merupakan suatu text yang hebat / luar biasa: dari text ini kita belajar bagaimana Allah membimbing kita. Para pengikut Paus sekali-sekali mengatakan bahwa Gereja tidak bisa salah. Sekalipun firman diabaikan, tetapi mereka mengkhayalkan bahwa Gereja dibimbing oleh Roh. Tetapi Petrus, sebaliknya, mengisyaratkan bahwa semua ditenggelamkan dalam kegelapan kalau tidak memperhatikan terang dari firman. Karena itu, kecuali engkau memutuskan secara sengaja untuk melemparkan dirimu sendiri ke dalam suatu susunan / jalan yang membingungkan, khususnya berhati-hatilah untuk tidak menyimpang dalam hal yang terkecil dari peraturan dan arah dari firman. Tidak, Gereja tidak bisa mengikuti Allah sebagai pembimbingnya, kecuali Gereja memperhatikan / mentaati apa yang dituliskan oleh firman. Dalam text ini Petrus juga mengecam semua hikmat dari manusia, supaya kita bisa dengan rendah hati belajar untuk mencari, bukan oleh pengertian kita sendiri, jalan yang benar dari pengetahuan; karena tanpa firman tidak ada apapun yang tertinggal bagi manusia kecuali kegelapan).
Kalau Pdt. Stephen Tong menyuruh orang-orang Kristen, tua-tua, hamba-hamba Tuhan mempelajari dan memperhatikan ajaran filosof Cina itu, supaya bisa menjadi orang Kristen yang lebih bertanggung jawab, ini jelas sama dengan menyuruh untuk menggunakan sesuatu yang bukan Firman Tuhan sebagai pembimbing! Dan menurut Calvin, ini hanya bisa membawa ke dalam kegelapan!
b. Roh Kudus menguduskan dengan Firman Tuhan.
Perlu dicamkan bahwa kita tidak akan bisa maju dalam pengudusan tanpa pekerjaan Roh Kudus. Dalam menguduskan kita, Roh Kudus jelas bekerja menggunakan firmanNya. Sekarang pertanyaannya, maukah / mungkinkah Roh Kudus bekerja menguduskan kita dengan menggunakan ajaran seorang filosof Cina, sehingga kita bisa menjadi orang Kristen yang lebih bertanggung jawab??
Sekarang bandingkan dengan ayat-ayat ini:
· Yoh 15:3 – “Kamu memang sudah bersih karena firman yang telah Kukatakan kepadamu.”.
Calvin (tentang Yoh 15:3): “so far as Christ works in the heart by the Spirit, the word itself is the instrument of cleansing” (= sejauh Kristus bekerja dalam hati oleh Roh, firman itu sendiri adalah alat pembersihan).
· Yoh 17:17 – “Kuduskanlah mereka dalam kebenaran; firmanMu adalah kebenaran.”.
Calvin (tentang Yoh 17:17): “He asks, first, therefore, that the Father would sanctify the disciples, … Next, he points out the means of sanctification, and not without reason; for there are fanatics who indulge in much useless prattle about sanctification, but who neglect the truth of God, by which he consecrates us to himself. Again, as there are others who chatter quite as foolishly about the truth and yet disregard the word, Christ expressly says that the truth, by which God sanctifies his sons, is not to be found any where else than in the word. … True, it is God alone who sanctifies; but as ‘the Gospel is the power of God to salvation to every one that believeth,’ (Romans 1:16,) whoever departs from the Gospel as the means must become more and more filthy and polluted” [= Karena itu, pertama-tama ia meminta supaya Bapa menguduskan murid-murid, … Selanjutnya, Ia menunjukkan cara dari pengudusan, dan bukan tanpa alasan; karena ada orang-orang fanatik yang menuruti dirinya sendiri dengan banyak ocehan yang tak berguna tentang pengudusan, tetapi yang mengabaikan kebenaran Allah, dengan mana Ia mengabdikan kita kepada diriNya sendiri. Juga, karena ada orang-orang lain yang mengoceh dengan cara yang sama tololnya tentang kebenaran tetapi mengabaikan firman, Kristus dengan jelas mengatakan bahwa kebenaran, dengan mana Allah menguduskan anak-anakNya, tidak ditemukan di tempat lain manapun kecuali dalam firman. … Memang benar bahwa hanya Allah sendiri yang menguduskan; tetapi karena ‘Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yang percaya’, (Ro 1:16), siapapun yang menyimpang dari Injil sebagai cara (pengudusan) harus / pasti menjadi makin lama makin kotor dan terpolusi].
Bisakah ajaran seorang filosof Cina disebut firman Tuhan / Injil / Kitab Suci sehingga bisa dipakai oleh Tuhan / Roh Kudus untuk membersihkan / menguduskan dan memimpin orang Kristen?
Kesimpulan.
Kalau dalam ajaran yang lalu, yang sudah kita bahas, Pdt. Stephen Tong bertentangan dengan SOLA FIDE / GRATIA, maka saya berpendapat bahwa di sini ia bertentangan dengan SOLA SCRIPTURA!
Bagaimana sikap Pdt. Stephen Tong terhadap Wah 22:18-19?
Wah 22:18-19 – “(18) Aku bersaksi kepada setiap orang yang mendengar perkataan-perkataan nubuat dari kitab ini: ‘Jika seorang menambahkan sesuatu kepada perkataan-perkataan ini, maka Allah akan menambahkan kepadanya malapetaka-malapetaka yang tertulis di dalam kitab ini. (19) Dan jikalau seorang mengurangkan sesuatu dari perkataan-perkataan dari kitab nubuat ini, maka Allah akan mengambil bagiannya dari pohon kehidupan dan dari kota kudus, seperti yang tertulis di dalam kitab ini.’”.
Barnes’ Notes: “The reference here is to the book of Revelation only – for at that time the books that now constitute what we call the Bible were not collected into a single volume. This passage, therefore, should not be adduced as referring to the whole of the sacred Scriptures. Still, the principle is one that is thus applicable; for it is obvious that no one has a right to change any part of a revelation which God makes to man; to presume to add to it, or to take from it, or in any way to modify it” (= Keterangan ini hanya bagi kitab Wahyu saja – karena pada saat itu kitab-kitab yang sekarang membentuk apa yang kita sebut Alkitab belum dikumpulkan ke dalam satu kitab / buku. Karena itu, text ini tidak boleh dikemukakan sebagai menunjuk pada seluruh Kitab Suci yang kudus. Tetapi tetap prinsip ini adalah prinsip yang bisa diterapkan seperti itu; karena adalah jelas bahwa tak seorangpun mempunyai hak untuk mengubah bagian manapun dari suatu wahyu yang Allah buat bagi manusia; berani menambah kepadanya, atau mengurangi darinya, atau dengan cara apapun memodifikasinya).
-AMIN-
golgothaministry
Hello Web Admin, I noticed that your On-Page SEO is is missing a few factors, for one you do not use all three H tags in your post, also I notice that you are not using bold or italics properly in your SEO optimization. On-Page SEO means more now than ever since the new Google update: Panda. No longer are backlinks and simply pinging or sending out a RSS feed the key to getting Google PageRank or Alexa Rankings, You now NEED On-Page SEO. So what is good On-Page SEO?First your keyword must appear in the title.Then it must appear in the URL.You have to optimize your keyword and make sure that it has a nice keyword density of 3-5% in your article with relevant LSI (Latent Semantic Indexing). Then you should spread all H1,H2,H3 tags in your article.Your Keyword should appear in your first paragraph and in the last sentence of the page. You should have relevant usage of Bold and italics of your keyword.There should be one internal link to a page on your blog and you should have one image with an alt tag that has your keyword….wait there’s even more Now what if i told you there was a simple WordPress plugin that does all the On-Page SEO, and automatically for you? That’s right AUTOMATICALLY, just watch this 4minute video for more information at. Seo Plugin