Kontrol Emosi
Jakarta, Pendidikan formal baik yang didapat seseorang tidak menjamin orang tersebut akan berperilaku baik. Berkaca dari kasus pembunuhan Ade Sara Angelina Suroto (19), yang dilakukan oleh Hafiz (19) dan Assyifa Ramadhani (19), mantan kekasih dan teman SMA tega melakukan aksi keji.
“Kalau orang yang diberikan pendidikan formal itu belum tentu terbina, kalau saya mengasumsikan dari kasus ini ya. Pendidikan di negeri kita ini tidak teruji untuk membina seseorang menjadi berperilaku positif. Pendidikan formal itu tidak menjamin menjadikan seseorang berperilaku baik,” kata psikolog Asep Khairul Gani, S.Psi. saat dihubungi oleh detikHealth dan ditulis pada Sabtu (8/3/2014).
Para psikolog memandang pelaku dalam kasus ini, kemampuan pelaku untuk mengontrol emosi sangatlah rendah. Ketika seseorang sedang dalam keadaan emosi, maka sudah tidak lagi menggunakan logika karena di dalam dirinya sudah dikuasai oleh emosi tersebut, sehingga sudah tidak ada lagi kontrol diri.
“Emosi itu kan sebaiknya dikeluarkan tetapi dengan cara yang baik, nah pelaku ini belum terlatih atau tidak bisa mengeluarkan emosi dengan cara yang baik. Sehingga logika berpikirnya tidak jalan,” jelas psikolog anak dan remaja Ratih Zulhaqqi, M.Psi .
Jika seseorang tidak bisa mengontrol emosi yang ada dalam dirinya, maka bisa membawa akibat buruk tidak hanya untuk lingkungan sekitarnya, tetapi juga untuk dirinya sendiri.
“Kalau orang marah, dalam keadaan emosi rasionya tidak jalan, hanya emosinya saja yang jalan, kalau emosi yang bekerja, tanpa disertai dengan berfikir akan dampak yang ditimbulkan, maka seseorang akan melakukan apapun yang terlintas dalam pikirannya,” kata psikolog Dr Rose Mini M.Psi, yan dihubungi terpisah.
Pendidikan formal tidaklah menjamin seseorang berperilaku baik, dibutuhkan juga kecerdasan emosi dalam diri seseorang. Karena jika pendidikan formal yang baik tetapi tidak dibarengi dengan kecerdasan emosional yang baik juga, makan seseorang belum tentu bisa menjadi orang yang baik.
Sumber: health.detik.com