MA Malaysia menolak tuntutan hak warga Kristen menggunakan kata Allah
Pengadilan tertinggi Malaysia pada hari Senin (23/6) menolak tuntutan warga Kristen atas hak untuk menggunakan kata “Allah.” Keputusan itu merupakan bagian dari masalah hukum yang berlangsung beberapa tahun di negara itu dan telah meningkat ketegangan hubungan antar agama di negara yangf mayoritas penduduknya Muslim.
Kasus itu terkait sikap Gereja Katolik yang menentang larangan pemerintah atas penggunaan kata “Allah” yang disebut berasal kata bahasa Arab untuk menyebut Tuhan. Hal itu juga memicu kekhawatiran dari kaum minoritas di sana yang merasa hak-hak mereka berada di bawah ancaman oleh meningkatnya Islamisasi di negara Asia Tenggara itu.
Pemerintah sebelumnya telah melarang penggunaan kata “Allah” digunakan oleh surat kabar lokal berbahasa Melayu, Church’s Herelad, terkait protes umat Islam yang mengatakan warga Kristen melangkahi batas-batas agama.
Sebuah panel tujuh hakim di ibukota administratif Putrajaya, Malaysia, memutuskan mengukuhkan keputusan pengadilan yang lebih rendah. ” Keputusan ini (Pengadilan Tinggi) menerapkan pengujian yang benar, dan tidak diintervensi,” kata Ketua Mahkamah Agung Malaysia, Arifin Zakaria. Namun para analis menyebutkan keputusan itu sebagai ditentukan oleh kekuasaan pemerintah.
S. Selvarajah, salah satu pengacara pihak gereja, mengatakan bahwa timnya akan mencari cara-cara lebih lanjut untuk menolak larangan tersebut. “Ini adalah larangan. Non-Muslim tidak dapat menggunakan kata (Allah). Hal ini berdampak yang besar,” kata dia kepadaAFP.
Editor Herald, Pastor Lawrence Andrew, mengatakan bahwa putusan “tidak menyentuh hak-hak dasar kaum minoritas”. “Kami sangat kecewa dengan keputusan ini,” kata dia.
Di luar pengadilan, sekitar seratus aktivis Muslim bersorak menyambut berita putusan itu. Sebelumnya, mereka berteriak “Allahu Akbar” dan melambaikan spanduk bertuliskan “Bersatu untuk membela nama Allah”.
“Saya sangat senang dan bahagia bahwa kami telah memenangkan kasus ini. Saya berharap masalah ini akan dihentikan,” Ibrahim Ali, ketua kelompok hak asasi Muslim, Perkasa, kepada AFP.
“Kami harus membela Allah, karena ini adalah kewajiban agama kami. Saya berharap masyarakat lain, termasuk orang Kristen, memahami hal ini,” kata dia.
satuharapan.com